awal dua ribu tujuh belas
http://www.daengfaiz.com/2017/01/awal-dua-ribu-tujuh-belas.html
dua ribu tujuh belas adalah tahun turning point bagi saya. Dari status siswa, menjadi pencari kerja. Ada banyak peluang yang datang, satu per satu pun saya jemput. Mulai dari kesempatan berkarir di BUMN, BUMS, sampai melamar jadi Dosen sana sini.
dua bulan pasca menyandang gelar master, dan saya masih menjadi satu dari enam juta jumlah pengangguran di Indonesia. Is that difficult to get job? Sebenarnya susah susah gampang. Bisa saja saya menerima tawaran ecek-ecek demi melepas status pengangguran. But, I knew that I have no time for trial and error on my career path anymore. Saya harus benar-benar hanya mendaftar kerja di tempat yang punya prospect dan memungkinkan saya untuk settle down di sana.
Awal desember lalu, sebenarnya saya dalam dilemma besar. I cannot imagine who I am in the next 5 years, either being an employee in the office or being a lecturer in university. Sudah belasan orang yang saya mintai pendapat, dan berujung pada “ikhtiar saja di keduanya”, apapun yg aku dapat , berarti itu yg terbaik. Sebenarnya jawaban yang diplomatis, sebagai seorang yang super planner, rasional di kepala saya belum bisa menerima jawaban itu. Bukankah hidup harus terarah? Semua ikhtiar harus punya tujuan yang jelas.
Barulah di penghujung tahun dua ribu enam belas kemarin, saya memutuskan untuk lebih mengoptimalkan usaha untuk menjadi dosen, dan target saya tidak main-main, “menjadi dosen di salah satu kampus terbaik di Indonesia, UGM”. Seperti kata teman saya di Jerman, if it’s hard, it doesn't mean impossible.
kalau ditanya “bukannya kamu mengabdi kembali ke kampus kamu dulu?”, ok well saya cerita. Jadi salah satu kewajiban saya sebagai awardee adalah mengabdi jadi dosen. Saya pun sudah kembali ke kampus saya dulu, and the answer is tidak ada dosen yang bukan PNS di sana, dan tidak ada dana untuk menggaji dosen yang bukan PNS, which means saya harus menunggu penerimaan CPNS untuk menjadi dosen di sana. Saya pun diberikan kesempatan, either menjadi tenaga sukarela dulu sambil menunggu penerimaan CPNS atau melamar kerja di tempat lain.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, kesempatan pun berdatangan, hingga akhirnya Tuhan mempertemukan saya dengan Dekan Sekolah Vokasi UGM 30 November silam. Saya pun disarankan untuk menyiapkan berkas-berkas untuk penerimaan dosen tetap UGM yang rencananya akan dibuka awal tahun. Persiapan berkas ini yang membuat saya harus pulang balik Jogja-Makassar 3 kali dalam sebulan terakhir. Alhamdulillah, berkas saya akhirnya sudah lengkap terhitung 27 Desember kemarin. Saya tinggal menunggu saja dan semoga diterima jadi dosen di sana.
oh iya, karena banyak yang lihat saya sering travelling ke berbagai kota di pulau jawa, akhir-akhir ini banyak yang kira saya punya banyak duit, padahal semua perjalanan saya ini in purpose. Saya masih mengandalkan sisa-sisa tabungan waktu di Eropa. Jadi please, jangan minta tolong pinjem duit yah.
dua bulan pasca menyandang gelar master, dan saya masih menjadi satu dari enam juta jumlah pengangguran di Indonesia. Is that difficult to get job? Sebenarnya susah susah gampang. Bisa saja saya menerima tawaran ecek-ecek demi melepas status pengangguran. But, I knew that I have no time for trial and error on my career path anymore. Saya harus benar-benar hanya mendaftar kerja di tempat yang punya prospect dan memungkinkan saya untuk settle down di sana.
Awal desember lalu, sebenarnya saya dalam dilemma besar. I cannot imagine who I am in the next 5 years, either being an employee in the office or being a lecturer in university. Sudah belasan orang yang saya mintai pendapat, dan berujung pada “ikhtiar saja di keduanya”, apapun yg aku dapat , berarti itu yg terbaik. Sebenarnya jawaban yang diplomatis, sebagai seorang yang super planner, rasional di kepala saya belum bisa menerima jawaban itu. Bukankah hidup harus terarah? Semua ikhtiar harus punya tujuan yang jelas.
Barulah di penghujung tahun dua ribu enam belas kemarin, saya memutuskan untuk lebih mengoptimalkan usaha untuk menjadi dosen, dan target saya tidak main-main, “menjadi dosen di salah satu kampus terbaik di Indonesia, UGM”. Seperti kata teman saya di Jerman, if it’s hard, it doesn't mean impossible.
kalau ditanya “bukannya kamu mengabdi kembali ke kampus kamu dulu?”, ok well saya cerita. Jadi salah satu kewajiban saya sebagai awardee adalah mengabdi jadi dosen. Saya pun sudah kembali ke kampus saya dulu, and the answer is tidak ada dosen yang bukan PNS di sana, dan tidak ada dana untuk menggaji dosen yang bukan PNS, which means saya harus menunggu penerimaan CPNS untuk menjadi dosen di sana. Saya pun diberikan kesempatan, either menjadi tenaga sukarela dulu sambil menunggu penerimaan CPNS atau melamar kerja di tempat lain.
Seperti yang saya katakan sebelumnya, kesempatan pun berdatangan, hingga akhirnya Tuhan mempertemukan saya dengan Dekan Sekolah Vokasi UGM 30 November silam. Saya pun disarankan untuk menyiapkan berkas-berkas untuk penerimaan dosen tetap UGM yang rencananya akan dibuka awal tahun. Persiapan berkas ini yang membuat saya harus pulang balik Jogja-Makassar 3 kali dalam sebulan terakhir. Alhamdulillah, berkas saya akhirnya sudah lengkap terhitung 27 Desember kemarin. Saya tinggal menunggu saja dan semoga diterima jadi dosen di sana.
oh iya, karena banyak yang lihat saya sering travelling ke berbagai kota di pulau jawa, akhir-akhir ini banyak yang kira saya punya banyak duit, padahal semua perjalanan saya ini in purpose. Saya masih mengandalkan sisa-sisa tabungan waktu di Eropa. Jadi please, jangan minta tolong pinjem duit yah.