Untuk Setiap Perpisahan yang Kau Rencanakan !
http://www.daengfaiz.com/2016/06/untuk-setiap-perpisahan-yang-kau.html
Saya masih memegang dua gelas kaca di sudut supermarket. Menimbang-nimbang di antara keduanya. Yang satu harganya 2.99 Euro dengan model unik dan warna favorit ku, merah. Sementara di tangan yang lain, saya menggenggam gelas kaca transparan, standard, dan harganya lebih murah 99 cents.
Saya boleh saja membawa pulang gelas mahal itu, atau justru membeli gelas standard dengan alasan mementingkan fungsionalitasnya ketimbang model. Atau bahkan, membeli keduanya. Akan tetapi, ini bukan tentang gelas mana yang paling cocok untuk saya. Ketika saya berdiri di supermarket itu, bahkan sebelum masuk ke sana. Saya sadar bahwa gelas manapun yang saya beli, saya tidak akan membawanya pulang ke Indonesia. Saya paham bahwa saya hanya menggunakannya sementara waktu. Mungkin sewindu, atau bahkan hanya seminggu. Mungkin saya wariskan ke penyewa apartemen setelah kontrak saya habis, atau mungkin akan pecah dan berakhir di tong sampah.
Layaknya kasus sebuah gelas, sadar atau tidak, kita paham betul bahwa semua tidak ada yang abadi. Setiap harinya kita mengalami sesuatu yang baru, namun seringkali lupa kalau semuanya memiliki titik akhir. Bahkan jatuh cinta. Yang masih pacaran, mungkin saja putus. Yang menikah, mungkin saja cerai, atau kalau pun tidak cerai, salah satu di antaranya akan menghadap ke Tuhan lebih dulu. Setiap awal ada akhirnya. Pun pertemuan, yang selalu ada perpisahannya. Mau tidak mau, suka tidak suka. Semua perpisahan-perpisahan tersebut, telah kita rencanakan.
Lalu untuk apa memulai, untuk apa membeli gelas, untuk apa pula jatuh cinta?
Tugas tangan, kaki, hati, dan pikiran kita hanyalah mengisi spasi kosong di antara titik awal dan titik akhir itu. Kadang bahkan tanpa harus tau, kapan titik akhirnya.
Sama halnya ketika saya pertama kali memutuskan bergabung ke Radio PPI Dunia. Saya sadar bahwasanya giliran siaran purna saya akan datang. Hari dimana kedua tangan saya sibuk mengoperasikan broadcasting software, sembari membaca kesan dan pesan dari teman-teman. Saya tahu saya akan berhenti. Ini pula yang menjadi alasan kuat, saya berusaha memanfaat seluruh potensi saya untuk berkontribusi ke Radio PPI. Tentunya, karena saya tahu, waktu saya cuma sebentar.
Di tenggang waktu yang singkat itu, saya juga memanfaatkannya untuk belajar, belajar dan belajar. Saya tipikal orang yang senang dengan hal-hal baru, dan Radio PPI Dunia menawarkannya secara cuma-cuma. Mulai dari berbicara dengan susunan kata yang efektif, belajar interview bintang tamu, belajar bikin script, belajar desain website, sampai hal-hal baru seperti desain banner, sound editing, dan visual motion graphics.
Saya bersyukur sekali ketemu dengan orang-orang terbaik di bidangnya. Kesempatan emas untuk mencuri ilmu yang banyak. To be very honest, saat ini saya kerja di perusahaan sport Jerman sebagai tim Marketing and Sales, salah satunya berkat saya bisa graphics design, yang merupakan sesuatu hal baru yang saya pelajari dari Radio PPI Dunia. Meskipun masih tahap belajar.
Pesan saya buat teman-teman yang baru ingin bergabung, manfaatkan lah peluang emas ini. Mungkin kalian bisa mendapat sesuatu yang lebih berharga dari emas di Radio PPI Dunia. Dan buat Sobat Siar yang masih aktif, ingat waktu kalian cuma sebentar. Dua, tiga, empat tahun yang akan datang kalian juga akan siaran purna, dan sembari menunggu itu silahkan memanfaatkan sisa waktu yang kalian punya dengan sebaik-baiknya.
Akhir kata, saya berterima kasih sebesar-besarnya buat Radio PPI Dunia atas kesempatan, kepercayaan, serta kekeluargaan yang tidak diajarkan di Harvard, Oxford, ataupun Cambridge. Saya mohon maaf atas segala kekurangan serta kekhilafan dalam berucap dan bertingkah laku. Tenang, saya bukan bunda Dorce yang minta maaf dengan alasan, kesempurnaan hanya milik Allah. lol.
Saya minta maaf karena saya sadar betul, saya tipikal orang yang to the point, semua serba objektif, kadang tanpa memikirkan perasaan orang lain. Kalau saja masih ada yang belum bisa dimaafkan, please kindly send me a message in WhatsApp, karena saya masih ingin berteman dengan kalian di surga nanti.
Saya masih berdiri di Supermarket itu.
Salam dari gelas transparant standard yang akhirnya bertengger di troley ku.
Arnstadt, 2 June 2016