67% pelajar SMP pernah berhubungan seksual?

Saya masih tidak percaya membaca hasil survey tersebut: 67% Siswa SMP mengaku pernah berhubungan seksual. Survey ini dilakukan di 12 kota besar di Indonesia dengan jumlah sample 4500 orang. Hasil survey ini diutarakan oleh Bapak Tifatul Sembiring tanpa menyebutkan lembaga survey-nya, kala beliau menjabat sebagai menkominfo. Yah, survey ini memang sudah tidak valid sekarang, karena rilis 4 tahun yang lalu (2011).

Pertanyaannya : Apakah angka tersebut berkurang atau justru meningkat?

Halaman berita hari demi hari dari tahun 2011 sampai dengan 2015 mungkin bisa menjadi salah satu indikator. Semoga belum ada yang lupa sama kasus video porno siswa salah satu SMP di Jakarta yang dilakukan di dalam kelas dan rekam oleh teman-temannya. Kasus ini terjadi tahun 2013, dan setelah diselidiki kasus ini akhirnya ditolerir karena "asas suka sama suka".



Atau kasus pesta seks 2014 di salah satu SMP di Tanjung Pinang yang dilakukan hampir satu kelas, setelah sebelumnya menonton film porno bareng. Ketika membaca berita tersebut, saya tidak tau apa yang mereka pikirkan. Jaman saya SMP dulu, semunya masih serba malu-malu, ada sih yang pacaran, tapi kalo sampe berhubungan seksual, tabu. Entah. Mungkin juga lingkungan pergaulan saya yang terlalu sempit.



Dan yang paling terbaru adalah ada anak SD yang mengupload foto-foto ulang tahunnya bersama pacarnya yang merupakan siswa SMP. Yah, saya tidak salah tulis, siswa SD melakukan adegan romantis ala film-film di TV.


Pengaruh TV dan Teknologi

Mungkin saya bukan orang pertama yang mengatakan bahwa teknologi ini merupakan mata pisau yang bisa saja dimanfaatkan, namun tak jarang disalahgunakan. Kemajuan teknologi sebenarnya membawa banyak dampak positif bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pertukaran informasi tanpa batas menjadi suatu kebutuhan penting di negeri ini, mengingat Indonesia adalah negara Kepulauan.

Akan tetapi, kemajuan teknologi, hadirnya gadget buatan china yang murah menjadikan smartphone bukan lagi barang murah. Anak SD sekarang rata-rata memilikinya, bahkan anak TK pun lebih memilih dibelikan tablet ketimbang sepeda. Penggunaan  gadget pun sering disalahgunakan. Yang awalnya ditujukan sebagai alat komunikasi dengan orang tua, kini beralih fungsi menjadi video game, music player, bahkan menjadi equipment buat menonton video porno.

Sementara, itu kondisi ini diperburuk sama TELEVISI, yang akhir-akhir ini menayangkan sinetron-sinetron serial yang mempertontonkan adegan dewasa yang diperankan artis-artis belia. Saya tidak habis pikir, siapa yang memproduseri semua tayangan tayangan itu, apa mereka punya anak? 

Adegan-adegan yang diperankan ini, sedikit banyak mengubah persepsi anak. Adegan ciuman, pelukan, menjadi sesuatu yang "biasa". Zaman dulu saja, sinetron yang target penontonnya adalah orang dewasa, tidak ada adegan se-vulgar itu. Mungkin, negeri ini semakin berkembang, semakin tolerir.

Apa yang harus dilakukan?

Kunci paling penting adalah peran orang tua. Yah, orang tua bisa membatasi anak dengan hanya memberikan ponsel "biasa" dengan fungsi telpon dan SMS, mengawasi penggunaan internet di rumah, dan bahkan membatasi uang jajan, agar tidak digunakan macam-macam. Ada baiknya juga, menyediakan internet di rumah, sehingga bisa diawasi langsung. Saya rasa harga modem tidak seberapa, jika dibandingkan dengan nilai-nilai moral.

Point kedua adalah guru di sekolah, seperti kata orang bijak "guru adalah pengganti orang tua di sekolah". Guru bisa membatasi siswa dengan memeriksa isi tas, ponsel, dan barang-barang milik siswa. Di sekolah saya dulu, OSIS sering melakukan pemeriksaan dadakan (inspeksi) ke kelas-kelas. Selain itu, guru juga harus aktif memberikan kegiatan di luar jam pelajaran, sehingga siswa-siswi punya kegiatan yang bermanfaat.

Point ketiga adalah masyarakat. Ini menjadi point yang paling sulit karena masyarakat kita beragam. Saya kasih contoh, pedagang di apotik, tidak peduli kalo ada anak SMP yang beli kondom, atau penjaga WARNET tidak ada yang bakal menegur pelanggannya yang di bawah umur jika membuka website porno, juga tidak ada yang berani melarang pasangan SMP bergandengan tangan di angkot. Awareness masyarakat terhadap sesama masih sangat kurang. Bahkan cenderung, kita satu sama lain saling mencari-cari keuntungan (taking unfair advantages).

Related

Info Sekitar 8495830384379742339

Posting Komentar

emo-but-icon

RECENT

POPULAR

COMMENT

INFO

RANDOM POST

item